BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa osmosis dan difusi sering
kita temukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, pada tumbuhan pun tak terlepas dari
peristiwa difusi dan osmosis. Peristiwa difusi
merupakan suatu peristiwa dimana ada perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi
yang lebih tinggi menuju ke konsentrasi yang lebih rendah, sedangkan osmosis
merupakan difusi air melalui membran semipermeabel. Mekanisme difusi osmosis
berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, hal tersebut terutama terjadi pada saat pengangkutan zat
hara dan air dari akar ke daun maupun pada saat pengangkutan hasil fotosintesis
dari daun ke seluruh bagian tumbuhan yang memerlukan. Tumbuhan
mempunyai membran plasma yang jika dimasukkan dalam larutan dengan konsentrasi
tinggi akan mengalami plasmolisis, yaitu terlepasnya membran plasma dari
dinding sel akibat tekanan osmotik. Maka dari itu dilakukan praktikum penghitungan tekanan osmosis cairan sel pada daun Rhoe discolor yang masih segar.
1.2 Dasar Teori
1.2.1.
Epidermis
Epidermis adalah system sel-sel yang bbervariasi struktur dan fungsinya,
yang menutupi tubuh timbuhan. Struktur yang demikian tersebut dapat dihubungkan
dengan peranan jaringan tersebut sebagai lapisann yang berhubungan dengan
lingkungan luar. Adanya bahan lemak kutin dan kutikula dapat membatasi
penguapan, pada dinding terluar menjadikannya kompak dan keras, sehingga dapat
dianggap sebagai penyokonh mekanis. Di antara sel-sel epidermis terdapat
derifatnya antara lain yang disebut
stomata, trikoma, sel kipas, sel silica dan sel gabus (hidayat, 1995).
Stomata adalah selah diantara epidermis yang diapit oleh dua sel
epidermis khusu yang disebut sel penutup. Didekat sel penutup terdapat sel-sel
yang mengelilinginya di sebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan
menutup sesuai dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel
tetangga turut serta dalam perubahan osmotic yang berhubungan dengan pergerakan
sel-sel penutup. Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan yang terdedah ke udara,
tetapi lebih banyak terdapat pada daun (pandey, 1982).
Sel-sel penutup tanaman dikotil umumnya berbentuk ginjal, sedangkan
monokotil mempunyai bentuk seragam dan strukturnya spesifik yamng jika dilihat
dari permukaan sel terlihat sempit di bagian tengah dan membesar pada ujungnya.
Dilihat dengan mikroskop electron, protoplas dari kedua sel penutup saling
berhungan melalui pori-pori dinding yang membesar tersebut. Karena adanya
sinambung ini, sel-sel penutup dianggap sebagai satu unit secara fisiologi
dimana terjadi keseimbangan perubahan turgor orientasi radial dari mikrofibril
selulosa pada dinding sel penutup dapat dilihat juga dengan mikroskop
polarisasi (fahn, 1991).
1.2.2. Osmosis
Osmosis merupakan suatu fenomena alami,
tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian
dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih
encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut
melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang
lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat
koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat
terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri. Osmosis
sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air, yang
menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Sejumlah
besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas dari pada volume yang
sedikit, dibawah kondisi yang sama. Energi bebas suatu zat per unit jumlah,
terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-1) disebut potensial kimia.
Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat
terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari daerah
yang berpotensi kimia lebih tinggi menuju daerah yang potensial kimianya lebih
kecil (Kimball,1983).
1.2.3. Klasifikasi tanaman Rhoe discolor
Dalam sistematika tumbuhan, menurut
(Sastrodinoto,
1980) kedudukan tanaman nanas kerang (Rhoeo discolor) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Commelinales
Famili : Commelinaceae
Genus
: Rhoeo
Spesies : Rhoeo discolor ( Fahn, 1991).
1.2.4. Plasmolisis
Plasmolisis
adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan
keluarnya sebagian air dari vakuola (Sri, H. 2010). Menurut (Satterfield, 1972), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah
gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan
nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak
dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi
sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup
besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya
sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan
plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan
sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin
banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Membran
protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses
plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh
sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan
protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung
yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan
mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang
protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang
tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar
daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah
(Salisbury, 1995).
Keadaan volume
vakuola dapat untuk menahan protoplsma agar tetap menempel pada dinding sel
sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya protoplasma dari
dinding sel. Peristiwa plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis insipien.
Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlahnya selnya
mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0.
potensial osmotik larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan
potensial osmotik di dalam sel setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Darlington,
1929).
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu
menghitung tekanan osmosis cairan sel.
1.4 Hipotesis
Praktikum ini
peneliti mengharapkan bahwa pada larutan berkonsentrasi paling tinggi akan
terjadi plasmólisis lebih dari 50 %.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan
Tempat
Pelaksanaan praktikum tekanan osmosis cairan sel dan potensial air
dilakukan pada hari sabtu tanggal 13 april 2013 bertempat di laboratorium
terpadu universitas muhammadiyah Pontianak.
2.2 Alat dan
Bahan
2.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada paktikum ini yaitu mikroskop, pisau
silet, pinset, pipet tetes, gelas ukur, gelas objektif dan penutup.
2.2.2 Bahan
praktikum tekanan osmosis cairan sel menggunakan bahan-bahan yaitu
daun Rhoe discolor yang
masih segar, larutan sukrosa dengan konsentrasi 0.14 M, 0.20
M, dan 0.26 M.
2.3 Cara Kerja
Gelas ukur disiapkan sebanyak
3 buah kemudian diisi dengan larutan glukosa atau sukrosa dengan konsentrasi
yang telah ditentukan yaitu 0.14, 0.20, dan 0.26. setelah itu daun Rhoe discolor disayat tipis-tipis
sebanyak 3 sayatan pada bagian yang berwarna unggu, lalu diletakkan sayatan Rhoe discolor pada gelas objek kemudian
di periksa dengan menggunakan mikroskop, apabila sayatan Rhoe discolor sudah representative, kemudian digambarkan.
Selanjutnya sayatan Rhoe discolor dimasukkan
kedalam gelas ukur yang telah berisi glukosa atau sukrosa yang berbeda
konsentrasinya, lalu sayatan Rhoe
discolor dibiarkan selama 30 menit, setelah itu periksa sayatan Rhoe discolor dari berbagai konsentrasi
glukosa atau sukrosa dengan mikroskop setelah itu sayatan Rhoe discolor digambar dan dilakukan penghitungan seluruh sel,
setengah plasmolisis, plasmolisis, dan deplasmolisis.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
Table hasil pengamatan
Perhitungan
|
Konsentrasi glukosa atau sukrosa
|
||
0,26 M
|
0,20 M
|
0,14 M
|
|
Keseluruhan Sel
|
549
|
317
|
499
|
Setengah Plasmolisis
|
72 / 0,13 %
|
110 / 0,35 %
|
230/ 0,46 %
|
Plasmolisis
|
477 / 0, 87 %
|
199 / 0, 63 %
|
20 / 0,04 %
|
Sel Deplasmolisis
|
0 / 0 %
|
8 / 0,025 %
|
249 / 0,50 %
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil praktikum tekanan osmosis
cairan dalam sel, maka dapat membuktikan bahwa sel juga melakukan sirkulasi
untuk menunjang kehidupannya, seperti kemampuan
Membran protoplasma untuk mengatur secara selektif aliran cairan dari lingkungan
suatu sel ke dalam sel dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui
dengan adanya proses osmosis yaitu dari peristiwa plasmolisis. Permeabilitas
dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang
terplasmolisis.
Bahan yang digunakan
adalah Rhoe discolor atau tanaman nanas kerang karena bagian epidermis
bawah tumbuhan ini memiliki pigmen warna keunguan yang memudahkan pengamatan
terhadap sel. Bagian epidermis bawah Rhoe
discolor disayat dan direndam di dalam larutan glukosa dengan konsentrasi
yang berbeda yaitu 0.14 M, 0.20 M, 0.26 M
selama 30 menit, hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh perbedaan
kadar larutan glukosa atau konsentrasi cairan terhadap tekanan osmosis yang
terjadi pada sel. Sel tumbuhan Rhoe
discolor yang belum diberikan perlakuan nampak berupa susunan sel yang
rapat, berbentuk heksagonal dan zat warna pada tanaman ini masih rata tersebar
pada permukaan sel.
Rhoe discolor yang direndam pada larutan glukosa berkadar 0.14 M
terjadi plasmolisis 0.04 %, setengah plasmoliss 0.46 % dan deplasmolisis 0.50 %.
Sedikitnya sel Rhoe discolor yang
terplasmolisis dan setengah plasmolisis disebabkan karena konsentrasi larutan
yang digunakan terlalu kecil sehingga dalam waktu 30 menit sel Rhoe discolor masih mampu mempertahankan
pigmen selnya. Sel Rhoe discolor yang
direndam larutan glukosa pada konsentrasi 0.20 M, Mengalami plasmolisis 0.625
%, setengah plasmolisis 0.35 % dan deplasmolisis 0,025 %. Sel Rhoe discolor yang direndam didalam
larutan glukosa paling tinggi yaitu 0.26 M mengalami plasmolisi 0.87 %, setengah
plasmolisis 0.13 % dan deplasmolisis 0 %. Sayatan epidermis bawah tanaman Rhoe discolor yang direndam pada larutan
glukosa pada konsentrasi 0.14 M, 0.20 M, 0.26 M, semuanya mengalami plasmolisis, hanya saja
persentasenya beda, hal ini terjadi karena adanya pigmen sel yang lisis. Plasmolisis
pada sayatan tumbuhan Rhoe discolor
ini terjadi karena cairan di luar sel bersifat hypertonis atau lebih pekat
sedangkan larutan di dalam sel bersifat hypotonis atau lebih encer sehingga
cairan di dalam vakuola bergerak keluar sel sehingga protoplasma mengkerut dan
terlepas dari dinding sel. Molekul
gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus
lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan
sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu
sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah. Sebagaimana (Dwidjoseputro, 1985) mengatakan
bahwa, Jika potensial air dalam suatu sel
lebih tinggi dari pada potensial air yang ada di sekitar sel atau di luar sel,
maka air akan meninggalkan sel sampai potensial air yang ada dalam sel maupun
di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya
dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel, peristiwa tersebut biasa kita
kenal dengan istilah plasmolisis.
Semakin tinggi kadar
larutan glukosa yang diberikan maka semakin cepat terjadinya plasmolisis dan
semakin tinggi tekanan osmosis yang terjadi pada sel tumbuhan tersebut, semakin
tinggi tekanan osmosisnya maka tekanan turgor akan semakin menurun, Sehingga
persentase plasmolisis tertinggi terdapat pada pengamatan dengan kadar glukosa konsentrasi
0.26 M. dan terendah pada larutan glukosa konsentrasi 0.14 M.
Melihat dari pengamatan
dan hitungan yang dilakukan, maka dapat dibuktikan bahwa besar kecilnya
persentasi plasmolisis dipengaruhi oleh kadar larutan glukosa terlarut yang
melisiskan sel. Semakin tinggi kadar larutan glukosa maka semakin banyak sel
yang lisis sehingga persentasi plasmolisis juga semakin besar.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tekanan
osmosis cairan sel yang dilkukan pada sayatan tipis epidermis bawah pada
tanaman nanas karang Rhoe discolor paling tinggi terjadinya
plasmolisi yaitu pada glukosa atau sukrosa pada konsentrasi 0.26 M yaitu 0.67
%, dan terendah pada konsentrasi 0.14 M yaitu 0.04 %.
5.2 Saran
Praktikum
ini selain perlu ketelitian juga diperlukan keuletan dan keterampilan yang tinggi
agar tujuan dari praktikum dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Darlington, C.d.
1929. Chromosome Behavior And Structural Hybridity In The
Tradescantiae. Jurnal Of Genetic. Vol
11 no 21. Hal 207-209
Dwidjoseputro, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Fahn, A. 1992. Anatomi tumbuhan.
Gadjah Mada Press. Yogyakarta
Hidayat, E.B. 1985. Anatomi tumbuhan berbiji. ITB. Bandung
Kimball, John W. 1983. BIOLOGI. Erlangga. Jakarta.
Pandey, B.P. 1982. Plant Anatomy.
S chand and company. New Delhi
Salisbury, Ross.
1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB Press. Bandung.
Sastrodinoto, S. 1980. Biologi Umum II. PT. Gramedia. Jakarta.
Satterfield, SK. 1972. Rheo discolor: A Tool For Teacing Meiosis And Mitosis.
Jurnal Of Heredity. Vol 14. No 63. Hal 375-378
Sri, H. 2010. Jumlah dan distribusi stomata pada daun
beberapa spesies tanaman
dikotil dan monokotil. Jurnal Anatomi dan Fisiologi. Vol XVIII.
No 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar