Minggu, 23 Maret 2014

osmosis dan difusi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Peristiwa osmosis dan difusi sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari, pada tumbuhan pun tak terlepas dari peristiwa difusi dan osmosis. Peristiwa difusi merupakan suatu peristiwa dimana ada perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju ke konsentrasi yang lebih rendah, sedangkan osmosis merupakan difusi air melalui membran semipermeabel. Mekanisme difusi osmosis berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, hal tersebut terutama terjadi pada saat pengangkutan zat hara dan air dari akar ke daun maupun pada saat pengangkutan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan yang memerlukan. Tumbuhan mempunyai membran plasma yang jika dimasukkan dalam larutan dengan konsentrasi tinggi akan mengalami plasmolisis, yaitu terlepasnya membran plasma dari dinding sel akibat tekanan osmotik. Maka dari itu dilakukan  praktikum penghitungan tekanan osmosis cairan sel pada daun Rhoe discolor yang masih segar.

1.2  Dasar Teori
1.2.1.      Epidermis
Epidermis adalah system sel-sel yang bbervariasi struktur dan fungsinya, yang menutupi tubuh timbuhan. Struktur yang demikian tersebut dapat dihubungkan dengan peranan jaringan tersebut sebagai lapisann yang berhubungan dengan lingkungan luar. Adanya bahan lemak kutin dan kutikula dapat membatasi penguapan, pada dinding terluar menjadikannya kompak dan keras, sehingga dapat dianggap sebagai penyokonh mekanis. Di antara sel-sel epidermis terdapat derifatnya antara lain yang disebut  stomata, trikoma, sel kipas, sel silica dan sel gabus (hidayat, 1995).
Stomata adalah selah diantara epidermis yang diapit oleh dua sel epidermis khusu yang disebut sel penutup. Didekat sel penutup terdapat sel-sel yang mengelilinginya di sebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup sesuai dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga turut serta dalam perubahan osmotic yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel penutup. Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan yang terdedah ke udara, tetapi lebih banyak terdapat pada daun (pandey, 1982).
Sel-sel penutup tanaman dikotil umumnya berbentuk ginjal, sedangkan monokotil mempunyai bentuk seragam dan strukturnya spesifik yamng jika dilihat dari permukaan sel terlihat sempit di bagian tengah dan membesar pada ujungnya. Dilihat dengan mikroskop electron, protoplas dari kedua sel penutup saling berhungan melalui pori-pori dinding yang membesar tersebut. Karena adanya sinambung ini, sel-sel penutup dianggap sebagai satu unit secara fisiologi dimana terjadi keseimbangan perubahan turgor orientasi radial dari mikrofibril selulosa pada dinding sel penutup dapat dilihat juga dengan mikroskop polarisasi (fahn, 1991).

1.2.2. Osmosis
Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri. Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air, yang menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Sejumlah besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas dari pada volume yang sedikit, dibawah kondisi yang sama. Energi bebas suatu zat per unit jumlah, terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-1) disebut potensial kimia. Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari daerah yang berpotensi kimia lebih tinggi menuju daerah yang potensial kimianya lebih kecil (Kimball,1983).

1.2.3. Klasifikasi tanaman Rhoe discolor
Dalam sistematika tumbuhan, menurut (Sastrodinoto, 1980) kedudukan tanaman nanas kerang (Rhoeo discolor) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Subkingdom    : Tracheobionta
Superdivisio    : Spermatophyta
Divisio             : Magnoliophyta
Class                : Liliopsida
Ordo                : Commelinales
Famili              : Commelinaceae
Genus              : Rhoeo
Spesies            : Rhoeo discolor ( Fahn, 1991).

1.2.4. Plasmolisis
Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Sri, H. 2010). Menurut (Satterfield, 1972), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
            Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).
            Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplsma agar tetap menempel pada dinding sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya protoplasma dari dinding sel. Peristiwa plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlahnya selnya mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. potensial osmotik larutan penyebab  plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Darlington, 1929).

1.3  Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu menghitung tekanan osmosis cairan sel.

1.4  Hipotesis
Praktikum ini peneliti mengharapkan bahwa pada larutan berkonsentrasi paling tinggi akan terjadi plasmólisis lebih dari 50 %.








BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum tekanan osmosis cairan sel dan potensial air dilakukan pada hari sabtu tanggal 13 april 2013 bertempat di laboratorium terpadu universitas muhammadiyah Pontianak.

2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada paktikum ini yaitu mikroskop, pisau silet, pinset, pipet tetes, gelas ukur, gelas objektif dan penutup.
2.2.2 Bahan
praktikum tekanan osmosis cairan sel menggunakan bahan-bahan yaitu daun Rhoe discolor yang masih segar, larutan sukrosa dengan konsentrasi 0.14 M, 0.20 M, dan 0.26 M.

2.3 Cara Kerja
Gelas ukur disiapkan sebanyak 3 buah kemudian diisi dengan larutan glukosa atau sukrosa dengan konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 0.14, 0.20, dan 0.26. setelah itu daun Rhoe discolor disayat tipis-tipis sebanyak 3 sayatan pada bagian yang berwarna unggu, lalu diletakkan sayatan Rhoe discolor pada gelas objek kemudian di periksa dengan menggunakan mikroskop, apabila sayatan Rhoe discolor sudah representative, kemudian digambarkan. Selanjutnya sayatan Rhoe discolor dimasukkan kedalam gelas ukur yang telah berisi glukosa atau sukrosa yang berbeda konsentrasinya, lalu sayatan Rhoe discolor dibiarkan selama 30 menit, setelah itu periksa sayatan Rhoe discolor dari berbagai konsentrasi glukosa atau sukrosa dengan mikroskop setelah itu sayatan Rhoe discolor digambar dan dilakukan penghitungan seluruh sel, setengah plasmolisis, plasmolisis, dan deplasmolisis.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
Table hasil pengamatan
Perhitungan
Konsentrasi glukosa atau sukrosa
0,26 M
0,20 M
0,14 M
Keseluruhan Sel
549
317
499
Setengah Plasmolisis
72 / 0,13 %
110 / 0,35 %
230/ 0,46 %
Plasmolisis
477 / 0, 87 %
199 / 0, 63 %
20 / 0,04 %
Sel Deplasmolisis
0 / 0 %
8 / 0,025 %
249 / 0,50 %


BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil praktikum tekanan osmosis cairan dalam sel, maka dapat membuktikan bahwa sel juga melakukan sirkulasi untuk menunjang kehidupannya, seperti kemampuan  Membran protoplasma untuk mengatur secara selektif aliran cairan dari lingkungan suatu sel ke dalam sel dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dengan adanya proses osmosis yaitu dari peristiwa plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis.
Bahan yang digunakan adalah Rhoe discolor atau tanaman nanas kerang karena bagian epidermis bawah tumbuhan ini memiliki pigmen warna keunguan yang memudahkan pengamatan terhadap sel. Bagian epidermis bawah Rhoe discolor disayat dan direndam di dalam larutan glukosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0.14 M, 0.20 M, 0.26 M  selama 30 menit, hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh perbedaan kadar larutan glukosa atau konsentrasi cairan terhadap tekanan osmosis yang terjadi pada sel. Sel tumbuhan Rhoe discolor yang belum diberikan perlakuan nampak berupa susunan sel yang rapat, berbentuk heksagonal dan zat warna pada tanaman ini masih rata tersebar pada permukaan sel.
Rhoe discolor yang direndam pada larutan glukosa berkadar 0.14 M terjadi plasmolisis 0.04 %, setengah plasmoliss 0.46 % dan deplasmolisis 0.50 %. Sedikitnya sel Rhoe discolor yang terplasmolisis dan setengah plasmolisis disebabkan karena konsentrasi larutan yang digunakan terlalu kecil sehingga dalam waktu 30 menit sel Rhoe discolor masih mampu mempertahankan pigmen selnya. Sel Rhoe discolor yang direndam larutan glukosa pada konsentrasi 0.20 M, Mengalami plasmolisis 0.625 %, setengah plasmolisis 0.35 % dan deplasmolisis 0,025 %. Sel Rhoe discolor yang direndam didalam larutan glukosa paling tinggi yaitu 0.26 M  mengalami plasmolisi 0.87 %, setengah plasmolisis 0.13 % dan deplasmolisis 0 %. Sayatan epidermis bawah tanaman Rhoe discolor yang direndam pada larutan glukosa pada konsentrasi 0.14 M, 0.20 M, 0.26 M,   semuanya mengalami plasmolisis, hanya saja persentasenya beda, hal ini terjadi karena adanya pigmen sel yang lisis. Plasmolisis pada sayatan tumbuhan Rhoe discolor ini terjadi karena cairan di luar sel bersifat hypertonis atau lebih pekat sedangkan larutan di dalam sel bersifat hypotonis atau lebih encer sehingga cairan di dalam vakuola bergerak keluar sel sehingga protoplasma mengkerut dan terlepas dari dinding sel. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah. Sebagaimana (Dwidjoseputro, 1985) mengatakan bahwa, Jika potensial air dalam suatu sel lebih tinggi dari pada potensial air yang ada di sekitar sel atau di luar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai potensial air yang ada dalam sel maupun di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel, peristiwa tersebut biasa kita kenal dengan istilah plasmolisis.

Semakin tinggi kadar larutan glukosa yang diberikan maka semakin cepat terjadinya plasmolisis dan semakin tinggi tekanan osmosis yang terjadi pada sel tumbuhan tersebut, semakin tinggi tekanan osmosisnya maka tekanan turgor akan semakin menurun, Sehingga persentase plasmolisis tertinggi terdapat pada pengamatan dengan kadar glukosa konsentrasi 0.26 M. dan terendah pada larutan glukosa konsentrasi 0.14 M.
            Melihat dari pengamatan dan hitungan yang dilakukan, maka dapat dibuktikan bahwa besar kecilnya persentasi plasmolisis dipengaruhi oleh kadar larutan glukosa terlarut yang melisiskan sel. Semakin tinggi kadar larutan glukosa maka semakin banyak sel yang lisis sehingga persentasi plasmolisis juga semakin besar.







BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tekanan osmosis cairan sel yang dilkukan pada sayatan tipis epidermis bawah pada tanaman nanas karang Rhoe discolor paling tinggi terjadinya plasmolisi yaitu pada glukosa atau sukrosa pada konsentrasi 0.26 M yaitu 0.67 %, dan terendah pada konsentrasi 0.14 M yaitu 0.04 %. 

5.2 Saran
Praktikum ini selain perlu ketelitian juga diperlukan keuletan dan keterampilan yang tinggi agar tujuan dari praktikum dapat tercapai.




















DAFTAR PUSTAKA

Darlington, C.d. 1929. Chromosome Behavior And Structural Hybridity In The
Tradescantiae. Jurnal Of Genetic. Vol 11 no 21. Hal 207-209

Dwidjoseputro, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Fahn, A. 1992. Anatomi tumbuhan. Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Hidayat, E.B. 1985. Anatomi tumbuhan berbiji. ITB. Bandung

Kimball, John W. 1983. BIOLOGI. Erlangga. Jakarta.

Pandey, B.P. 1982. Plant Anatomy. S chand and company. New Delhi


Salisbury, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB Press. Bandung.

Sastrodinoto, S. 1980. Biologi Umum II. PT. Gramedia. Jakarta.

Satterfield, SK. 1972. Rheo discolor: A Tool For Teacing Meiosis And Mitosis.
Jurnal Of Heredity. Vol 14. No 63. Hal 375-378

Sri, H. 2010. Jumlah dan distribusi stomata pada daun beberapa spesies tanaman
dikotil dan monokotil. Jurnal Anatomi dan Fisiologi. Vol XVIII. No 2.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar